Sabtu, 14 Februari 2009

Kenapa harus dengan Shalat ???

Sholat adalah ibadah yang paling penting dalam Islam. Begitu pentingnya, sampai Rasulullah SAW mengibaratkan shalat sebagai tiang agama. Dalam sebuah hadits beliau bersabda :

الصلاة عماد الدين . فمن أقامها فقد أقام الدين . ومن تركها فقد هدم الدين
“Shalat adalah tiang agama. Barang siapa yang mendirikannya, maka sungguh dia mendirikan agama. Dan barang siapa yang meninggalkannya, maka dia merobohkan agama.”

Allah memberikan kewajiban shalat kepada setiap orang yang sudah memenuhi kriterianya, di antaranya adalah Islam dan sudah memasuki usia baligh. Dia tidak pernah mencabut kewajiban shalat dari setiap orang Islam, kecuali kalau orang itu sudah dalam kondisi meninggal. Dalam keadaan bagaimana pun, dimana pun dia berada, kapan pun dia berada, shalat tidak diperbolehkan untuk ditinggalkan.
Ketika kita dalam keadaan normal, maka kita harus melaksanakan shalat secara sempurna sesuai dengan syarat dan rukunnya yang berlaku. Sementara, jika dalam kondisi tidak normal (sakit, ketakutan, dalam perjalanan jauh dan lain-lain) maka kta akan memperoleh fasilitas Allah yang disebut dengan rukhshoh. Semua ini dalam rangka tidak diperbolehkannya meninggalkan shalat.
Hal ini merupakan implikasi dari sabda Rasulullah SAW yang mengarah pada dijadikannya shalat sebagai acuan ibadah pertama, yang menjadi penentu baik tidaknya ibadah-ibadah yang lain. Beliau bersabda :

أول ما يحاسب به العبد يوم القيامة الصلاة . فإن صلحت صلح سائر عمله . وإن فسدت فسد سائر عمله .
“Pada hari kiamat, ibadah seseorang yang pertama kali diperhitungkan adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka seluruh amalnya juga baik. Jika shalatnya rusak, maka seluruh amalnya juga rusak.”
Dimanakah sinkronisasi antara shalat dengan ibadah-ibadah yang lain ?
Mengapa yang dijadikan sebagai acuan adalah ibadah shalat ?
Bukan puasa, zakat atau haji ?
Allah SWT berfirman :

إن الصلاة تنهى عن الفخشاء والمنكر“

Sesungguhnya shalat itu mencegah seseorang untuk berbuat keji dan munkar”
Shalat yang dilakukan dengan sempurna, khusyu’ serta sesuai dengan syarat dan rukunnya, maka akan memberikan efek positif yang luar biasa pada pelakunya. Ketika kita melihat betapa banyak kejahatan, keburukan dan kema’siatan di sekitar kita, dan yang lebih ironis lagi, semua itu lebih banyak dilakukan oleh umat Islam yang taat, maka secara tidak langsung, kita juga akan mengetahui betapa rendahnya kualitas shalat mereka. Darimana kita tahu? Ternyata shalat mereka tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap apa yang mereka perbuat.
Orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang paling berbahaya untuk kondisi kehidupannya. Dia sudah hampir mendekati kekafiran. Rasulullah SAW bersabda ”

بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة
“Dinding pemisah antara seseorang memiliki identitas muslim dan musyrik serta kafir adalah meninggalkan shalat”

العهد الذى بيننا وبينهم الصلاة . فمن تركها فقد كفر
”Komitmen yang terjadi di antara kita dan mereka adalah shalat. Barang siapa yang meninggalkannya, maka sungguh dia menjadi kafir”
Betapa tipisnya perbedaan antara orang yang disebut dengan muslim dan kafir. Ketika seseorang meninggalkan shalat, maka statusnya terbagi menjadi 3, yaitu :
1. Lupa, lalai dan ketiduran
Ketika seseorang meninggalkan shalat karena benar-benar lupa atau ketiduran (bukan berpura-pura), maka hal ini masih diampuni. Rasulullah SAW bersabda :
2. Malas dan menunda-nunda
Jika dia meninggalkan shalat karena malas dan menunda-nunda, maka dia disebut dengan pelaku dosa besar. Jika hal ini menjadi sebuah kebiasaan dan tidak segera dibenahi, maka bisa nyerempet pada kekufuran.
3. Karena menentang dan melawan
Ketika seseorang berani meninggalkan shalat dan dalam dirinya ada rasa menentang, melawan dan anggapan untuk apa shalat, tidak ada guna dan manfaatnya, maka seketika itu juga dia menjadi murtad (keluar dari agama)
Pernahkah kita meninggalkan shalat?
Pernahkan ada perasaan meninggalkan shalat karena malas, menunda-nunda, menentang dan, melawan?
Semua ini bisa kita jadikan sebagai bentuk introspeksi diri kita. Hanya kita yang tahu tentang shalat kita.
Dalam Al-Qur’an, orang yang mengerjakan shalat disebut dengan kata muqiimu yang berarti mendirikan. Allah tidak menggunakan kata faa’ilu, meskipun artinya sama dengan kata muqiimu. Jika kita mengamati kata ash-shalat dalam Al-Qur’an, kemudian kita gandengkan dengan kata mengerjakan, maka Allah selalu menyertainya dengan kata yang merupakan pecahan dari kata kata ini.
Kata muqiimu merupakan bentuk isim fa’il dari kata aqaama – yuqiimu – iqaamatan - wa muqaaman - fahuwa - muqiimun - wadzaaka - muqaamun - aqim - laa tuqim – muqaamun – muqaamun. Kata inilah yang ada dalam doa nabi Ibrahim AS.

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

Dalam doanya, Nabi Ibrahim AS memohon kepada Allah agar dijadikan sebagai Muqiimush Shaalaat. Untuk memperoleh predikat Muqiimush Shaalaat, maka ada 4 syarat yang harus dipenuhi, antara lain :
1. Shalat yang dilakukan tepat pada waktunya
2. Berjama’ah
3. Sesuai dengan syarat dan rukunnya
4. Khusyu’Tidak pernah meninggalkan sama sekali

Tidak ada komentar: